Jumat, 23 Oktober 2015

Makan Nasi Lauk Yogurth Di Turki

Makanan rumahan ala Turki

        Saya senang bukan kepalang ketika diajak makan malam dirumah Rahman*. Bukan hanya artinya penghematan namun juga saya akan mencoba makanan rumahan otentik ala Turki. Rahman adalah teman sesama exchange student di Lithuania. Dia dan keluarga nya tinggal di Istanbul. Semua terjadi secara kebetulan saja. Awalnya saya contact Rahman karena ingin bertanya tentang transportation system di Istanbul beberapa hari sebelum keberangkatan. Eeeh malah ditawarin dijemput di airport dan diajak makan malam. Siapa yang sanggup menolak? Yihaaaa!!

            Setelah landing di bandara Sabiha Gokcen saya harus naik shuttle bus bandara ke pusat kota di daerah Taksim. Saya akan di jemput Rahman di tempat pemberhentian bus di Taksim. Rahman datang bersama sepupunya dengan menggunakan mobil sedan warna hitam. Sore itu lalu lintas Istanbul macet. Banyak mobil tumpah ruah di jalan raya persis kondisi jalanan di Indonesia. Sepanjang perjalanan kami mengobrol ringan tentang keluarga. Ayah Rahman pedagang peralatan makan khas Turki seperti teko, piring, dan gelas teh atau kopi. Ibu Rahman ibu rumah tangga solihah. Rahman anak bungsu dan semua kakaknya telah menikah. Keluarga kakak-kakak Rahman berada satu flat namun beda lantai. Rumah paman dan saudara sepupu Rahman saling berdekatan. Kebanyakan dari mereka adalah pedagang.

Sebelum sampai rumah, kami mengantar sepupu Rahman pulang. Ada yang unik dari cara berpamitan orang Turki. Selain bersalaman tangan, mereka juga saling menempelkan pelipis kiri dan kanan. Mirip cipika-cipiki orang Indonesia tapi pakai pelipis. Geli deh liatnya hehe!!

Saya akhirnya tiba di flat tempat keluarga besar Rahman tinggal. Ayah dan Ibu Rahman menyambut kedatangan kami. Pasangan suami istri ini sudah cukup tua. Terlihat dari gurat-gurat di wajah mereka, saya menerka umur mereka antara 50-60 tahun. Saya mengucap salam saling mendoakan dalam islam. Mereka mempersilahkan saya masuk dengan bahasa yang tidak saya mengerti. Hanya salam tadi satu-satunya komunikasi yang berhasil saya pahami. Selebihnya mereka bicara dalam bahasa Turki. Saya hanya senyum-senyum saja pura-pura mengerti.

Saya langsung digiring ke meja makan dekat dapur. Nah, this is the best part of the story! Homemade Turkish Foooood! Makanan yang disajikan di meja makan banyak namun bentuknya tidak ada yang familiar sama sekali.

Pertama ada semacam paprika hijau yang diisi nasi berbumbu seperti tampak pada foto. Saya jadi ragu-ragu mau makannya. Penampakan makanan ini tidak seperti kebab yang menggugah selera. Mau tau rasanya? Menurut saya makanan ini rasanya unik, mungkin karena belum terbiasa ya! Dominan rasa rempah-rempah yang kuat. Nah, uniknya lagi makannya pake yogurth sebagai side dish. Yogurth? Iya, yogurth. Ibu Rahman bilang Turkish yogurth baik untuk kesehatan. Rasa Turkish yogurth ini sama kayak yogurth pada umumnya yang asam namun teksturnya lebih kental. Kebayang nggak rasanya makan paprika isi nasi pake yogurth? Hmmm asem asem sedaaap :9 Saya harus menyembunyikan muka aneh waktu menyantap makanan ini.

Kedua ada semacam nasi putih yang dimakan dengan daging dan kentang berkuah. Makanan yang kedua ini rasanya lebih manusiawi. Nasinya rasanya gurih dan tekstur nasinya lepas atau tidak lengket kayak nasi di Indonesia. Bentuk butiran nasinya panjang dan ramping. Daging dan kentangnya rasanya normal namun dominan rasa rempah-rempah yang kuat. Penampakan daging sama kentangnya ada pada foto di atas. Oiaa makanan kedua ini merupakan masakan dari keluarga kakaknya Rahman yang sengaja diantar khusus untuk saya. Feeling blessed. Baik banget keluarga ini!!! 

Ketiga ada dessert khas Turki namanya Baklava seperti tampak pada foto. Rasa Baklava ini manis terus teksturnya sedikit berserat dan di tengahnya ada berbagai macam kacang. Yuuuums! “Baklava ini homemade jadi rasanya beda sama yang dijual di toko souvenir kata Rahman promosi. “Baiklah, ini memang endes surendes sih!” saya mengambil satu lagi. Dan satu lagi sebelum beranjak ke ruang tamu.

Ternyata jamuan makan malam itu belum selesai saudara-saudara. Ibu Rahman menawarkan teh atau kopi khas Turki. Saya memilih teh walaupun perut sudah buncit maksimal terisi Baklava. “Minum teh dan kopi merupakan kebiasaan orang Turki dan kami melakukannya setiap hari” terang Rahman. Kami berpindah ke ruang tamu untuk minum teh sambil nonton TV. Kami minum teh sambil ditemani camilan berupa beragam jenis kacang.

Gelas kopi Turki yang kecil mungil

            Ukuran cangkir teh dan kopi di Turki sangat kecil dibanding ukuran cangkir normal yang biasa kita gunakan di Indonesia. Saya saja dapat menghabiskan segelas teh dalam dua/tiga kali teguk. Ibu Rahman sangat antusias menambahkan lagi dan lagi teh ke dalam gelas saya. Saya berusaha menghentikannya tapi apa daya, beliau tidak mengerti bahasa Inggris. Saya coba bahasa isyarat tapi tangan saya malah di halau. Saya menatap Rahman memelas dan berharap dia jadi translater. Saya hampir jadi manusia gelonggongan. Rahman malah tertawa makin kencang.

            Pulangnya saya masih dibekali dengan sekotak cokelat berbentuk mawar. Orang tua Rahman sangat ramah tersenyum terus saat saya mengucapkan terima kasih berulang kali. Di mobil saat perjalanan pulang Rahman bilang satu hal. Orang tuanya sangat kagum dengan orang Indonesia karena saat ibadah haji dulu banyak berjumpa dengan jemaah yang masih berusia muda. Mereka salut karena pada usia muda sudah sanggup menjalankan ibadah haji. Oleh karena itu mereka sangat antusias saat saya akan berkunjung ke rumah mereka. Rahman mengantar saya sampai hostel di daerah dekat Blue Mosque. Lega rasanya malam ini saya dapat tidur dengan perut kenyang! 

Regards,
@bgsyudi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...